Menghias Emas



Tentang vidoe diatas adalah foto-foto ketika saya masih mengajar di sekolah setingkat SMP, di Pekanbaru, Provinsi Riau. Sebenarnya, antara foto dan musik tidak ada hubungannya. Karena saya hanya ingin membuat video, tapi belum siap dengan konsep visualnya. Dan kebetulan, saya menyimpan foto-foto di video diatas sudah sejak tahun 2011 yang lalu, dan menurut saya foto-foto diatas sangat berkesan mendalam, karena waktu itu di hari ulang tahun saya, murid-murid satu sekolah mengumpulkan uang untuk membelikan kado sebuah kamera, yang waktu itu saya sangat menginginkannya, dan murid-murid saya lah yang mewujudkan mimpi saya punya kamera untuk merekam semua peristiwa dan untuk keperluan blogging.

Untuk judul posting ini, "Menghias Emas", bercerita tentang kisah seorang lelaki yang kehilangan dirinya, ketika kehilangan perempuan yang dicintainya. Kata Menghias Emas, bagian dari bait puisi yang sudah lama saya buat sejak tahun 2004, tapi baru saja kujadikan lirik lagu sekitar tahun 2014, sudah hampir lima belas tahun lirik ini selalu mengiang di ingatan panjang saya. Berikut isi puisi lengkapnya.

Perempuan Kotak 

Mereka bertanya
Dimana perempuannya
Perempuan Kotak
Sekat berombak 
Menghias Emas
Matahari Panas
Siapa engkau
Selalu terpukau

Lagunya belum pernah direkam di studio rekaman, alat yang saya gunakan handphone dan gitar akustik. Sampai hari ini, puisi ini terus mengikuti perjalanan saya. Dan untuk sementara baru jadi melodi seperti ini. 

Yang saya rasakan, ketika mendapatkan inspirasi puisi ini, seolah kegilaan laki-laki dari zaman dahulu sampai sekarang seringkali terpicu oleh hasratnya yang menggebu kepada perempuan, dan ini tak terelakkan, karena setiap laki-laki normal tentu punya satu orang perempuan yang dicintainya. Dan apabila terlalu berlebih mencintai, tapi tak mendapatkan tentulah dia akan kehilangan akal.

Saya perhatikan, dulu ketika magang di RSJ Magelang, rata-rata laki-laki yang gila karena perempuan. Ada yang gila ditinggal nikah oleh perempuan yang dicintainya, ada yang diputuskan, dan banyak yang sepertinya sepele, tapi membuat kacau pikiran laki-laki.

Nah, ini kotak cameranya..

Foto diatas, diambil ketika menerima hadiah camera, trus di uji cobakan sama murid untuk memfoto gaya saya.. hehe.. :), sebenarnya saya paling tidak suka untuk di foto, karena saya kan lebih suka jadi tukang foto.

Tapi, tak apalah.. untuk menyenangkan hati murid-murid yang menginginkan saya di foto barang satu kali saja. Dari apa yang saya kisahkan diatas, banyak pelajaran yang dapat saya ambil dari murid-murid saya. Saya jadi tersadar, bahwa murid-murid bukanlah anak-anak yang perlu diberikan pelajaran saja, tapi guru pun dapat juga mempelajari banyak hal dari murid-murid itu sendiri.

Semangat mereka untuk menyenangkan hati saya di hari ulang tahun, sungguh luar biasa, mereka tanpa ada yang mengkomando mampu mengorganisir kawan-kawannya. Kabar terakhir, saya pernah diundang untuk bersilaturahim dengan semua kumpulan kawan-kawan seangkatan mereka, dan lagi-lagi mereka membawakan hadiah untuk dibawa pulang. Saya pun merasa bangga pernah mengajar mereka, meski hanya satu tahun saja.

Sebenarnya banyak yang dapat kuceritkan tentang mereka, satu tahun bersama mereka, tapi kesannya sepanjang masa. Saya selalu terkenang dengan setiap karkater dan pribadi masing-masing, sungguh mereka punya kemerdekaan atau dalam istilah populernya, mereka sangat demokratis ketika membuat suatu keputusan. 

Masing-masing mereka punya kelebihan dan ketrampilan masing-masing, saya rasa diantara mereka kelak akan mampu mengelola Indonesia, semoga. Saya banyak berharap sama mereka, dulu ketika masih mengajar, saya seringkali tekankan pada mereka, agar mereka selalu punya kemerdekaan dalam membuat keputusan, mereka harus berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah mereka putuskan.

Tapi tidak saya bahasakan seperti kalimat diatas, hanya obrolan sekilas saja, misalnya, jika kalian punya mau, segera dikerjakan, jangan ditunda-tunda lagi. Itu saja yang sering saya katakan sama mereka.

Kisah lengkapnya tentang mereka, saya rangkum dalam novel yang masih di draft, untuk sementara kisah mereka saya beri judul, "Teras Atas", mengkisahkan perjalanan persahabatan seorang remaja, ketika membuat keputusan besar, bersembunyi dari kejaran guru yang memaksa masuk kelas, di teras atas, tepatnya atap gedung dimana dulu dia bersekolah. Sepertinya saya masih menyimpan lengkap foto-foto mereka ketika sedang sibuk mengerjakan apa saja di teras atas.

Nah, ini foto teras atas, di atap gedung sekolah mereka
Masih banyak foto-foto yang kusimpan, dan banyak juga yang dapat kuceritkan tapi tidak di blog ini, rencana akan saya buku kan, dan itupun kalau layak terbit, bisa juga kalau kesulitan melewati keruwetan penerbitan, akan saya sebar langsung saja dalam bentuk ebook. Semoga saja saya punya banyak waktu, setelah saya sudah tak sibuk lagi ikut-ikutan menggilai demokrasi, saat ini saya masih terdaftar jadi staf di sebuah lembaga non kementrian, tugasnya mengawasi Pemilu. Doakan saya ya, biar cepat terlempar dari pusaran demokrasi yang makin bersunyi ini.